Perintah
Pengambilan Jizyah dari Orang Kafir
Telah
menceritakan kepada Yazid bin harun dari Abu Malik al-Astaja’i dari ayahnya,
bahwa dia pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mentauhidkan
Allah dan dia ingkar terhadap peyembahan selain dari-Nya, maka darah dan
hartanya telah menjadi haram dan terjaga, sedangkan hisab amalnya diserahkan
kepada Allah.”
Abu ubaid berkata,
“Hadits ini ditegaskan oleh Rasullah ketika awal permulaan kedatangan Islam dan
sebelum surat Bara’ah dan diperintahakan menerima jizyah, terdapat di dalam
firman Allah,
sampai mereka membayar jizyah
(Pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
(At-taubah: 29)
Ayat
ini diturunkan pada akhir periode kehidupan Nabi SAW. Abu Ubaid berkata, ” dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk”, terdapat tiga pendapat ulama. Sebagian mereka berpendapat bahwa
yang dimaksudkan dengan “Ann Yadin” adalah
secara kontan dan langsung. Sebagian mereka berpendapat bahwa mereka mesti
berjalan kaki. Dan, sebagian lagi berpendapat bahwa mereka mesti menyerahkan jizyah itu dalam keadaan berdiri.”
Dari
Mujahid mengenai firman Allah, Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (at-Taubah: 29)
Dia
berkata, “Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah dan para sahabatnya
diperintahkan untuk memerangi tabuk.” Dia juga berkata, “Dab saya pernah
mendengar Husyim berkata, “Tabuk adalah akhir peperangan yang dilakukan oleh
Rasulullah.”
Dari
Mujahid mengenai firman Allah, “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka (an-‘Ankabuut: 46)
Dia
berkata, “Orang-orang yang memerangi dirimu dan dia tidak menyerahkan jizyah kepadamu.”
Abu
Ubaid berkata, “Kemudian surat-surat Rasulullah dikirimkan kepda peguasa dan
lainya. Baginda mengajak mereka memeluk agama Islam. Jika mereka enggan memeluk
agama Islam, maka wajib membayar jizyah. Ini salah satu wasiat Rasulullah kepada para
tentaranya yang dikirim keberbagai penjuru.”
Rasulullah
menulis surat yang ditujukan kepada al-Mundzir bin sawi, “Salam sejahtera kepadamu. Sesungguhnya aku memuji kepada Allah yang
tiada tuhan selain daripada-Nya. Amma ba’du. Barangsiapa yang mengerjakan
shalat yang telah kami lakukan, menghadap kiblat kami dan memakan daging
sembelihan kami, maka adalah orang muslim yang telah mendapatkan jaminan Allah
dan Rasululllah-Nya. Barangsiapa yang menginginkan yang demikian dari kalangan
Majusi, maka dia telah mendapatkan jaminan keamanan. Barangsiapa yang enggan,
maka wajib membayar jizyah.”
Dari al-Hasan, dia berkata,
“Rasulullah telah memerintahkan memerangi bangsa Arab sehingga mereka masuk ke
dalam agama Islam dan segala bentk tawaran tidak diterima dari mereka selain
masuk ke dalam agama Islam. Rasulullah juga telah memerintahkan supaya
memerangi ahli kitab sehingga mereka memeberika jizyah secara kontan sedangkan
mereka dalam keadaan hina.”
Pengambilan
jizyah dilakukan oleh pemrintah Islam
melalui petugas yang diberi wewenang oleh pemimpin untuk mengambil jizyah.
Jizyah diambil dari orang kafir baik ahli kitab, penyembah berhala, atau selain Islam.
Hukuman
Bagi yang Tidak Membayar Jizyah dan Melanggar Perjanjian
Rasulullah menulis surat dan
mengirimkan kepada penduduk Yaman, “Barangsiapa yang memeluk agama Yahudi dan
agama Nasrani, maka tidak boleh dipaksa keluar agamanya. Akan tetapi, dia hanya
berkewajiban memebayar jizyah. Bagi lelaki dan wanita yang telah mencapai usia
baligh, budak lelaki atau budak wanita wajib membayar pajak sebanyak satu dinar
atau dengan membayar dengan barang pakaian yang senilai dengannya. Barangsiapa
yang telah melakukan yang demikian itu kepada utusanku, maka dia telah
mendapatkan jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya. Barangsiapa yang enggan dan
mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasulul-Nya dan seluruh orang
yang beriman.”
Abu
Ubaid berkata, “Abu Bakar juga telah menerima jizyah dari penduduk al-Hirah. Yaitu ketika Khalid ibnul Walid
menaklukkan daerah itu secara damai. Ia mengirimkan jizyah itu kepada Abu Bakar
dan dia pun menerimanya. Penduduk al-Hirah adalah gabungan dari keturunan
bangsa arab, yaitu dari Tamim, Thayi’, Ghassan, Tannukh, dan lain-lainnya.
Hadits ini juga telah diceritakan kepadaku oleh Ibnu al-Kalbi dan juga lainya.”
Dari Humaid bin Hilal bahwa Khalid
ibnul Walid telah memerangi penduduk al-Hirah setelah kewafatan Rasulullah,
lalu penduduk al-Hira telah mengadakan kesepakatan perjanjian perdamaian dan
akhirnya mereka tidak memerangi lagi.
Abu
Ubaid mengatakan bahwa tindakan yang serupa telah dilakukan oleh Umar kepada
bani Taghlib.
Dari Dawud bin Kurdus, dia berkata,
“Aku telah megadakan perjanjian perdamaian dengan Umar bin Khaththab mengenai
perkara yang terjadi di kalangan bani Taghlib. Yaitu setelah mereka berhasil
memutuskan pengaliran sungai Furat dan mereka ingin menyebrang ke negeri Roma.
Perdamaian itu disepakati dengan syarat bahwa tidak boleh mengubah agama anak-anak mereka, tidak boleh memaksa masuk
agama lain dan mereka berkewajiban membayar pajak pajak pajak secara berlipat
ganda mulai dari angka puluhan. Yaitu, setiap orang yang memiliki dua puluh
dirha, maka dia mesti membayar satu dirham sebagai pajak dan seterusnya. Maka
bani Taghlib tidak memiliki jaminan keamanan, sebab mereka telah mengubah agama
anak-anak mereka.”
Abu
Ubaid mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “mengubah agama anak-anak
mereka” adalah mengbah agama dan memasukkan anak-anak mereka ke dalam agama
Nasrani.
Dari
Zur’ah ibnun-Nu’man atau an-Nu’man bin Zurah bahwa dia pernah bertanya kepada
Umar ibnul Khaththab. Dia telah membicarakan mengenai persoalan bani Taghlib.
Sementara Umar berkeinginan mengambil jizyah
dari mereka. Lalu mereka banyak yang
melarikan diri keseluruh plosok negeri. An-Nu’man atau Zur’ah ibnu Nu’man
berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya bani Taghlib juga termasuk bangsa
Arab. Mereka sangat enggan membayar jizyah,
ditambah lagi mereka adalah orang yang tidak memiliki harta kekayaan.
Mereka hanyalah orang yang memiliki profesi bercocok tanam dan pengembala.
Mereka sangat handal dalam peperangan dan strategi untuk melawan mereka. Oleh
karena itu, jangalah engkau meminta bantuan kepada mereka untuk memerangi
musuhmu.”
Lalu
Umar ibnul Khaththab mengadakan perjanjian damai bersama mereka, tetapi dengan
syarat melipatgandakan pembayaran zakat ke atas mereka dan mereka tidak boleh memasukkan
anak-anak mereka kedalam agama nasrani. Mughirah berkata, “Aku telah
diceritakan bahw Ali pernah berkata, ‘Jika aku mendapat tugas untuk mengatasi
persoalan bani Taghlib, aku mempunyai pendapat yang khusus mengatasi mereka.
Aku akan memerangi pasukan mereka dan aku akan menawan anak keturunan mereka.
Sebab, mereka telah melanggar perjanjian dan jaminan keamanan telah hilang dari
mereka, ketika mereka telah memasukkan anak-anak mereka ke dalam agama
Nasrani.”
Dari Ziayad bin Hudair bahwa Umar
telah memerintahkan suapaya memungut pajak dari kalangan bani taglib sebanyak
sepersepuluh dan dari kalangan penganut agama nasrani (ahl
kitab) sebanyak seperlima.
Dari
asy-Sya’bi bahwa Abu Bakar telah megutus Khalid ibnul Walid, dan memerintahakan
untuk bejalan sampai al-Hirah, kemudian melanjutkan ke asy-Syam. Lalau berjalanlah
Khalid samapai di Hirah. Asy-Sya’bi berkata,
“Khalid ibnul Walid mengeluarkan surat kepdaku, ‘Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnul Walid untuk Marazibah
(sebutan ketua bagi orang-orang Persia), keselamatan bagi siapa saja yang mau
mengikuti petunjuk, sesungguhnya aku memuji Allah dan tiada tuhan selain Dia.
‘Amma ba’du...., segala puji bagi Allah yang telah membinasakan khidmatmu,
memecahbelahkan persatuanmu, melemahkan kekuatanmu, dan merampas hartamu
kekayaanmu. Apabila suratku ini telah sampai ke tanganmu, maka yakinlah aku
akan menanggung kesalamatanmu dan mewajibkan jizyah atasmu, oleh karena itu,
kirimkan utusanmu kepadaku. Jika tidak, demi Allah yang tiada tuhan
melainkan-Nya, aku akan membinasakan kamu sekalian dengan bala tentara yang
lebih mencintai maut sebagai mana kamu mencintai kehidupan. Wassalam.”
Kesimpulanya
adalah bagi orang-orang kafir yang enggan membayar jizyah maka oleh pemerintah
Islam akan diperangi dan dicabut jaminan keamanan bagi mereka sampai ada
perjanjian baru bahwa mereka akan membayar Jizayah.
Bila diantara kamun kafir dan muslim melanggar perjanjian seperti yang
telah dipaparkan dalam kasus bani Taghlib maka mereka (orang kafir) membayar jizyah secara dilipatgandakan dari
ketentuan awal dan Zakat bagi kaum
muslimin juga akan dilipatgandakan. Atau mereka yang melanggar perjanjian
diperangi.
Orang
kafir yang enggan dan mencegah membayar jizyah
maka mereka itu menjadi mushuh Allah, Rasul-Nya, dan seluruh kaum muslimin.
Hal ini yang disampaikan oleh Rasulullah dalam suratnya kepada penduduk Yaman,
dll. “Barangsiapa yang enggan dan
mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasul-Nya dan seluruh orang
yang beriman.”
Manfaat
Jizyah Bagi Orang-orang Kafir
1.
Mendapat
Jaminanan oleh Allah dan Rasulullah
Rasulullah menulis surat dan
mengirimkan kepada penduduk Yaman, “Barangsiapa yang memeluk agama Yahudi dan
agama Nasrani, maka tidak boleh dipaksa keluar agamanya. Akan tetapi, dia hanya
berkewajiban memebayar jizyah. Bagi lelaki dan wanita yang telah mencapai usia
baligh, budak lelaki atau budak wanita wajib membayar pajak sebanyak satu dinar
atau dengan membayar dengan barang pakaian yang senilai dengannya. Barangsiapa
yang telah melakukan yang demikian itu kepada utusanku, maka diatelah
mendapatkan jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya. Barangsiapa yang enggan dan
mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasul-Nya dan seluruh orang
yang beriman.”
Jaminan
orang yang membayar jizyah yang Allah dan Rasul-Nya adalah jaminan haram atas jiwanya,
hartanya, darahnya, dan keluarganya. Artinya seorang muslim atau pemerintah
telah melindungi jiwanya, hartanya, darahnya, dan keluarganya dari gangguan
dari orang lain.
2.
Jaminan
Keamanan
Bagi orang-orang kafir
yang membayar jizyah yang telah
ditentukan besarnya atasnya. Maka mereka mendapatkan jaminan keamanan dari kaum
muslimin atau pemerintah. Dan Islam telah mengharamkan hartanya, jiwanya, dan
darahnya dari kaum lain.
3.
Santunan
Kepada orang-orang Kafir yang Lemah
Dari
Jisr Abi Ja’fa, dia berkata, “Aku telah menyasikan kitab Umar bin Abdul Aziz
kepada Uday bin Arthah (yang dibacakan keapda kita semasa di Bashrah), ‘Amma
ba’du, sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengambil jizyah (dari orang yang
menginginkan Islam sebagai pelindungannya dan lebih memilih kufur sebagai suatu
kerugian yang nyata bagi mereka, satu kewajiban jizyah) terhadap orang-orang
yang sanggup membayarnya. Dan, mereka memiliki bangunan di atas bumi ini karena
hal tersebut untuk kebaikan kehidupan kaum muslimin dan kekuatan mereka
menghadapi musuh. Lihatlah pada orang-orang sebelummu dari ahli dzimmah yang
telah berusia lanjut, dan lemah tidak berdaya, mereka diberi santunan oleh kaum
muslimin melalui harta mereka di Baitulmal untuk mencukupi kemaslahatan mereka.
Jika seseorang laki-laki dari kaum muslimin yang telah berusia lanjut dan lemah
tidak berdaya, maka ia lebih berhak mendapatkan bantuan dari harta kaum
muslimin. Karena telah disampaikan kepdaku bahwa Amirul Mukminin Umar pernah
melewati seorang syekh dari ahli dzimmah meminta-minta di setiap pintu rumah
kaum muslimin. Dia berkata, ‘Apa yang membuatmu seperti ini? Sesunggunya kami
telah mengambil jizyah darimu sewaktu kamu muda dan kami telah menghapuskan
kewajiban tersebut pada masa usiamu telah lanjut.’ Kemudian Umar memberikan
apa-apa yang dia perlukan dari baiitulmal.”
Orang-orang kafir yang telah
membayar jizyah atau yang belum dalam
keadaan lemah atau fakir. Maka itu menjadi tanggungjawab pemerintah untuk
menyantuni apa yang dibutuhkan. Santunan tersebut diambil dari baitulmal yang
dananya tersebut tidak diambil dari dana zakat.
Orang
yang Diwajibkan membayar Jizyah dan Yang Tidak
Dari Aslam (maula Umar) bahwa Umar
menulis surat kepada komandan tentara agar mereka berperang di jalan Allah, dan
tidak membunuh orang, kecuali orang yang berniat membunuh mereka, tidak boleh
membunuh wanita dan juga anak-anak kecil. Juga tidak boleh membunuh mereka,
kecuali orang yang telah ditetapkan keputusan atasnya. Dia juga menuliskan
kepada mereka, ‘untuk mewajibkan jizyah atas mereka, dan tidak mewajibkan bagi
wanita dan anak-anak kecil. Juga tidak mewajibkannya, kecuali kepada orang yang
telah menggunakan pisau cukur untuk memotong kumisnya,”
Hadits
ini merupakan dasar keterangan kepada siapa berlakunya ketentuan jizyah, dan kepada siapa tidak
diberlakukan. Tidakkah engkau lihat bahwa ia diwajibkan atas laki-laki yang
sudah baligh, dan bukan atas anak-anak dan wanita? Hal tersebut karena
dahulunya ketentuan yang wajib atas mereka adalah hukuman mati jika jizyah tidak diberlakukan, dan
digugurkan dari orang-orang yang tidak berhak menerima hukuman mati, yaitu
keluarga mereka sendiri yang terdiri dari anak-anak dan istri mereka.
Dalam
surat Rasulullah kepada Mu’adz di Yaman mengatakan bahwa setiap orang laki-laki
yang baligh diwajibkan atasnya satu dinar, yang merupakan keterangan yang
menguatkan perkataan Umar. Tidakkah engkau melihat bahwa Nabi SAW mengkhususkan
laki-laki dewasa tanpa mengikutkan anak-anak dan wanita?
Dari
Amru bin Maimun bahwa dia melihat Umar (sebelum kewafatannya empat hari)
berdiri atas keledainya dan berkata kepada Hudzaifah ibnul Yaman dan Utsman bin
Hunaif, “Lihat! Apa yang kalian miliki! Lihat, adakah kamu berdua telah
menetapkan kepada orang-orang suatu yang dapat mereka pikul?” Utsman berkata,
“Aku mewajibkan atas mereka suatu yang kalau aku lipatgandakan atas mereka
tentu mereka akan kewalahan.” Hudzaifah berkata, “Aku mewajibkan kepada mereka
sesuatu yang tidak berlebih-lebihan.” Kemudian disebutkan kisah pembunuhan Umar
hingga akhir hadits di dalam yang panjang lebar menjelaskan hal tersebut.
Abu
Ubaid berkata, “Beginilah mazhab kami dalam al-jizyah dan al-kharaj, yang
berdasarkan pada kemampuan dari ahli dzimmah, tanpa memberatkan mereka sama
sekali, juga tidak merusak keselamatan kaum muslimin dan tidak ada waktu
didalamnya. Tidakkah engkau lihat bagaimana Rasulullah mewajibkan kaum Yaman
satu dinar atas setiap laki-laki yang baligh, didalam hadits atau surat yang
beliau SAW kirimkan kepada Mu’adz yang telah sebutkan sebelumnya, sementara
nilai satu dinar pada saat itu sekitar sepuluh atau dua belas dirham? Ini
selain dari diwajibkan Umar atas ahli asy-Syam dan ahli Irak. Dia menambahkan
kepada mereka sesuai dengan kemampuan dan kemudahan mereka, sebagimana yang
telah diriwayatkan dari mujahid.”
Aku bertanya kepada
Mujahid, “Mengapa Umar meletakkan jizyah atas ahli asy-Syam lebih banyak
daripada ahli Yaman?” Dia menjawab, “Untuk kemudahan.”
Abu
Ubait berkata, “Kami memilih untuk melebihkan mereka sebagaimana kami juga
mengurangi sebagian mereka. Dilebihkan berdasarkan tugas yang lebih banyak dari
Rasulullah dan kelebihan yang lainnya dia ditambahkan sendiri dari 48 menjadi
50.”
Menurut
Abu Ubaid, jika salah seorang dari mereka tidak sanggup membayar satu dinar,
sampai orang-orang meriwayatkan akan hal tersebut dan syek mereka akan
memberikan pertolongan dari Baitulmal, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin
Abdul Aziz yang senantiasa menanyakan dari pintu ke pintu siapa yang tidak
sanggup membayar.
Kesimpulan
dari apa yang diaparkan diatas, jizyah hanya
diwajibkan kepada laki-laki yang sudah baligh. Untuk anak-anak dan wanita tidak
ada kewajiban untuk membayar jizyah dan
tidak ditarik jizyah. Jizyah dipungut
dengan melihat kondisi suatu kaum dan bagi orang kafir yang didalam keadaan
Fakir (tidak sanggup membayar) tidak ditarik jizyah. Bahkan seorang yang fakir ditangguhkan kebutuhannya dari
baitulmal.
Pengambilan Jizyah dan Kharaj,
Perintah untuk Berlemah Lembut dan Larangan Bersikap Kasar kepada Mereka.
Sa’id
Amir bin Hudzaim mendatangi Umar ibnul Khaththab ketika dia didatangin oleh
seorang dari Darrah. Sa’id berkata, “Air hujan telah mendahului perjananmu. Jika engkau dihukum kita akan bersabar, jika
engkau baik-baik saja kita akan bersyukur, dan jika engkau dicela kita akan
mencela mereka.” Umar berkata, “Tidak ada yang wajib kaum muslimin, kecuali
ini. Mengapa engkau melambatkan al-kharaj?” Dia berkata, “Kami diperintahkan
untuk tidak melebihi para petani dari 4 dinar dan kami tidak akan melebihi akan
melebihi mereka dari ketentuan tersebut. Tapi, kami melambatkan samapai pada
masa tenggang mereka.” Umar berkata, “Jaganlah engkau melenyapkan apa yang aku
hormati.” Abu Mushir berkata, “Tidaklah bagi ahli Syam hadits mengenai
al-kharaj selain ketentuan ini.”
Abu
Ubaid mengatakan bahwa sesungguhnya dilambatkan sampai pada masa senggang
mereka adalah untuk kemudahan bagi mereka. Dan, dia tidak mendengar ada waktu
tertentu dalam al-kharaj dan jizyah dalam pengambilanya selain dari hadits ini.
Ali
bin Abi Thalib menggunakan seorang laki-laki untuk menghadapi Ukbari, dia
berkata kepadanya di antara kepala-kepala suku, “Jangalah kamu meninggalkan
satu dirham dari al-kharaj dari
mereka.” Kemudian Ali menguatkan perkataannya dan berkata, “Jumpailah aku pada
pertangahan siang nanti.” Lalu dia pun mendatangi Ali dan berkata, “Dahulu aku
memerintahkan suatu perkara kepadamu dan sekarang aku datang kepadamu. Jika
engkau melanggar perintahku, maka aku akan mencopot jabatanmu. Jangalah engkau menjual seekor keledai
ataupun seekor sapi kepada mereka sebagai kharaj
dan juga pakaian musim dingin maupun pakaian musim panas, berlemah
lembutlah kepada mereka dan lakukan ini kepada mereka.”
Kesimpulan
dari riwayat diatas bahwa dalam pemungutan jizayah
dan kharaj haruslah berlemah
lembut tanpa ada kekerasan. Namun bila mereka dalam keadaan menolak membayar
atau menolak jizayah dan kharaj maka akan diperangi sampai mereka
mau membayar. Tetapi, jika mereka meminta ditanguhkan karena dalam tidak bisa
membayar jizayah dan kharaj maka haruslah ditoleransi tanpa
ada tambahan.
*
Dirangkum dari kitab Al-Amwal karya
Abu Ubaid terjemah Eklopedia Keuangan Publik penerjemah Setiawan Budi Utomo bab
Jenis Harta yang dikelola oleh pemimpin berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah
pembahasan Jizyah.
kunjungan balik di http://elhaq-pos.blogspot.com/
BalasHapuskok gak ada ayat tentang jizyah itu ya,,, ana luppa,,, ana lagi nyari ni... http://zainabherbal.com
BalasHapusMengenai manfaat jiZyah point ke-3 itu haditsnya siapa ya dan no brapa?
BalasHapus